Selasa, 27 November 2007

Merenungi Makna Keputusan SBY

Puzzle pergantian Panglima TNI mulai menemukan bentuknya. Jika pada beberapa pekan belakangan muncul pertanyaan apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mempertahankan Marsekal Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI? Kini pihak istana Kepresidenan telah memberikan jawaban tentang itu.

Melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi Malarangeng,Presiden menyatakan bahwa tidak akan memperpanjang masa jabatan Djoko Suyanto. Hal itu, masih dituturkan Andi, seiring dengan aturan baru tentang pergantian Panglima TNI yang dimuat dalam pasal 13 UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Seiring dengan itu, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi juga memaparkan bahwa dalam waktu dekat Presiden akan mengajukan nama calon panglima pengganti Djoko Suyanto ke DPR.Ada kemungkinan, nama itu sudah akan diajukan pada awal pekan depan.

Sebagian anggota dewan sendiri memang berharap, nama itu sudah masuk ke DPR sebelum masa reses yang jatuh pada 8 Desember 2007.

Sekilas, skenario pergantian Panglima TNI kali ini berjalan dengan mulus. Baik respons Presiden maupun DPR bak saling bersambut. Sejauh ini, tidak muncul perdebatan ataupun kontroversi yang menajam dan ataupun situasi yang memanas seperti pada pergantian sebelumnya.

Kontroversi ketika itu muncul akibat ada dua kewenangan yang berkuasa dalam waktu nyaris bersamaan. Yakni kewenangan yang dimiliki mantan Presiden Megawati dan Presiden Yudhoyono, dalam menentukan calon panglima TNI pilihan.

Nama Jenderal Ryamizard Ryacudu sempat mampir ke Senayan, setelah diajukan oleh Megawati sebagai pengganti Jenderal Endriartono Sutarto, yang kala itu menjabat sebagai Panglima TNI. Namun belum lagi proses bergulir sebagaimana mestinya, Presiden Yudhoyono menganulir keputusan pendahulunya dengan menarik pencalonan Ryamizard.

Situasi sekarang, sungguh jauh berbeda. Pada pencalonan kali ini, Presiden Yudhoyono memiliki kendali penuh untuk menggunakan hak prerogatifnya.Namun benarkah dalam situasi sekondusif sekarang, proses pergantian Panglima TNI kali ini akan jauh dari perdebatan dan kontroversi?

Mengingat, susunan puzzle belumlah utuh. Sejumlah pertanyaan yang belum terjawab masih berlomba untuk mencuat kepermukaan. Seperti, apakah Presiden akan mengedepankan semangat penggiliran angkatan, apakah presiden akan menjadikan momen pemilu sebagai alasan terkuat dalam pemilihan sosok Panglima TNI, atau apakah presiden juga akan mempertimbangkan soliditas TNI terkait dengan tradisi senioritas?

Berdasarkan UU TNI Pasal 13, ayat 4 disebutkan bahwa ‘Jabatan Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Berdasarkan isi pasal tersebut, maka saat ini tercatat 4 nama perwira tinggi TNI yang memenuhi criteria sebagai calon Panglima TNI. Mereka adalah KSAD Jenderal Djoko Santoso, KSAL Laksamana Madya Sumardjono, KSAU Marsekal Herman Prayitno, dan mantan KSAL Laksamana Slamet Soebijanto.

Dari keempat nama tersebut, dua nama di antaranya, yakni Herman Prayitno dan Slamet Soebijanto merupakan rekan seangkatan Presiden Yudhoyono. Keduanya merupakan lulusan Akabri tahun 1973.

Namun jika dilihat dari usia, maka Marsekal Herman Prayitno adalah kandidat calon Panglima TNI yang paling dulu akan pension. Sesuai aturan di internal TNI, Herman yang berulang tahun pada 7 Januari 2008, sudah akan menyelesaikan masa tugasnya terhitung sejak 1 Februari 2008.

Dengan demikian, jika proses pergantian Panglima TNI berlangsung pada awal tahun 2008, maka peluang Herman akan menipis. Bisa dibayangkan betapa sulitnya jika Presiden dalam waktu satu bulan harus menemukan calon pengganti Herman.

Seperti dituturkan Andi Malarangeng saat memberi penjelasan soal sikap Presiden terkait pergantian Panglima TNI, beberapa waktu lalu, bila Panglima TNI memasuki masa pension, maka harus sudah disiapkan penggantinya.

Kenyataan bahwa Panglima TNI sekarang berasal dari matra yang sama dengan Herman, juga kian menutup peluangnya. Sehingga, memilih Herman bisa dicitrakan sebagai keputusan yang tidak menjunjung semangat penggiliran angkatan.

Calon kandidat Panglima TNI berikutnya adalah Slamet Soebijanto, mantan KSAL. Sebagai perwira tinggi aktif, Slamet disebut-sebut sebagai salah satu kandidat kuat untuk menduduki kursi Panglima TNI periode mendatang.

Slamet merupakan perwira tinggi senior yang masih memiliki masa tugas yang cukup panjang hingga 1 Juli 2008. Menempatkan Slamet sebagai Panglima TNI, akan menjadi keputusan yang berpihak pada semangat penggiliran angkatan. Tentunya, keputusan reformis itu akan memperkecil penolakan di kalangan politisi Senayan.

Hanya saja, perlu diingat, mulus tidaknya perjalanan Slamet menuju posisi puncak pimpinan TNI, tidak bisa dilepaskan dari kisah dibalik pengeseran dirinya dari jabatan KSAL. Jika benar rumor yang menyebut adanya ketidakharmonisan antara dirinya dengan pejabat di Mabes TNI.

Calon kandidat Panglima TNI lainnya adalah KSAL Laksamana Madya Sumardjono. Nama Sumardjono sempat didengung-dengungkan menjadi calon kuat Panglima TNI karena dia merupakan calon kandidat dari angkatan 1974.

Adanya Panglima TNI dari angkatan ini, seolah menjadi jembatan penghubung antara Panglima dari angkatan sebelumnya ke Panglima TNI angkatan setelahnya. Sebagaimana diketahui, dari keempat calon kandidat Panglima TNI, tercatat nama Djoko Santoso, yang berasal dari Akmil 1975.

Nama Djoko Santoso sebenarnya telah meroket dalam bursa pemilihan Panglima TNI, sejak satu periode lalu. Ketika itu, nama Djoko bahkan sempat disandingkan sebagai competitor Panglima TNI sekarang, Djoko Suyanto, dan juga seniornya di TNI-AD Jenderal Ryamizard Ryacudu.

Dalam pencalonan Panglima TNI periode sekarang, boleh dikatakan, peluang Djoko Santoso sebagai Panglima TNI masih sulit ditandingi oleh calon kandidat lainnya.

Banyak kalangan meyakini, besarnya peluang Djoko Santoso lebih dikaitkan dengan momentum Pemilu yang akan digelar pada 2009. Sebab tak dapat dipungkiri, para perwira TNI-AD memiliki ‘jam terbang’ dalam menghadapi berbagai situasi politik di Indonesia.

Kedekatan Djoko Santoso dengan Presiden yang terjalin sejak Presiden Yuhoyono menjabat sebagai Kassospol ABRI juga disebut sebagai factor yang berpengaruh dalam pencalonan tersebut.

Puzzle teka-teki sosok Panglima TNI seutuhnya memang sepenuhnya berada di genggaman Presiden Yudhoyono. Tapi, siapapun yang pada akhirnya menjadi pilihan Presiden Yudhoyono, tidak hanya akan berpengaruh pada masa depan TNI, namun juga dipastikan akan turut menentukan masa depan bangsa.

Tidak ada komentar: